Cerita Emak-emak dan Mahasiswi di Bogor, Diupah Rp 200.000 Jadi Tenaga Pelipat Surat Suara Pemilu 2024


 
BOGOR -Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bogor, Jawa Barat, mulai melakukan proses penyortiran dan pelipatan surat suara Pemilu 2024, Senin (8/1/2024).
Pantauan Kompas.com, gudang logistik milik KPU yang berada di Jalan Sudirman, Kota Bogor, mulai dipenuhi warga sejak pagi.
Mereka datang untuk menjadi tenaga sortir dan pelipat surat suara yang sebelumnya telah direkrut oleh KPU setempat.

Antrean warga terlihat mengular hingga ke area parkir kendaraan. Satu per satu warga berbaris, mengantre untuk bisa masuk ke dalam gudang.
Tepat di depan gerbang masuk, petugas KPU melakukan pemeriksaan secara berlapis. Mereka yang sebelumnya telah terdata sebagai tenaga perbantuan kemudian dipersilahkan masuk dengan menunjukkan bukti identitas diri.
Pemilu 2024 memang membawa berkah tersendiri bagi masyarakat, utamanya yang terlibat sebagai pekerja pelipatan surat suara.

Mereka berasal dari berbagai latar belakang berbeda, mulai dari emak-emak hingga mahasiswa. Tujuannya cuma satu, mengisi waktu luang dan mencari cuan.
Warni, seorang ibu rumah tangga asal Pamoyan, Kecamatan Bogor Selatan, misalnya.
Ia mengaku tertarik menjadi tenaga pelipat surat suara karena bayarannya yang cukup besar.
Warni mengatakan, nantinya ia akan menerima upah sebesar Rp 200.000 dari pekerjaannya sebagai tenaga pelipat surat suara.
"Lumayan, dibayar Rp 200.000 kan. Dari pada nganggur di rumah," kata Warni, saat ditemui di Gudang Logistik KPU Kota Bogor.

Warni menjelaskan, tugasnya yaitu mensortir dan melipat surat suara. Setiap orang, sambungnya, akan mendapat jatah satu dus yang berisi 500 lembar surat suara.
Ia mengaku, Pemilu 2024 ini menjadi pengalaman keduanya bertugas sebagai pekerja pelipat surat suara.
Pada Pemilu sebelumnya, Warni juga mendaftarkan diri dengan posisi pekerjaan yang sama. Namun bedanya, Pemilu sebelumnya ia dibayar sebesar Rp 75.000 untuk per satu dus yang berisi 500 lembar surat suara.
"Bedanya kalau Pemilu kemarin kan dibayar Rp 75.000 untuk satu dus. Seminggu dikerjain beres. Kalau sekarang dijatah, satu orang satu dus. Kalau dulu bebas," ungkapnya.

Cerita berbeda datang dari Elsa, Nurul, dan Nindi. Ketiganya merupakan mahasiswi di salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Bogor.
Mereka mengaku berminat menjadi tenaga pelipat surat suara karena ingin mengisi waktu luang di luar jam kuliahnya. Selain itu, dengan imbalan honor yang cukup besar juga menjadi alasan lainnya.
"Masih semester satu. Ini baru pertama kali. Buat nambah pengalaman, kan dibayar juga. Itung-itung ngisi waktu luang," pungkas Elsa.

Sumber : Kompas

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel